Minggu, 06 Juni 2010

Analisis Strategi dan Penanggulangan Kemiskinan


PENANGGULANGAN KEMISKINAN

MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT



I.          Evaluasi
Saat ini yang sedang mnejadi trend di Indonesia adalah pembangunan partisipatif. Banyak program atau proyek pemberdayaan masyarakat diluncurkan di masing-masing sektor, dan hampir semua departeman maupun non departemen melaksanakan program antra lain : IDT, PKT, P3DT, P4K, dan lain-lain.  Masing-masing program memiliki nama dan kriteria yang berbeda-beda dan hal ini menimbulkan kerancuan maupun kebingungan masyarakat sebagai sasarannya. 
            Ada beberapa hal  yang menjadi penyebab keadaan ini antara lain :
1.            Setiap program penanggulangan kemiskinan memiliki mekanisme perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan sendiri-sendiri.
2.Setiap lembaga donor memiliki nama program sendiri-sendiri dengan model pendekatan  yang  berbeda-beda. 
Keadaan ini menimbulkan program-program pemberdayaan masyarakat menjadi tidak efektif dan tidak efisien dalam penanggulangan kemiskinan. Salah satu contoh adalah  Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) pada Tahun 2005. Terdapat 42 program penanggulangan kemiskinan dilaksanakan oleh 17 lembaga pemerintah, baik departemen maupun non departemen.  PNPM dicoba untuk diharmonisasikan dan dintegrasikan dalam satu wadah dan hasilnya kurang optimal dan saling tumpang tindih.
Dengan adanya kenyataan tersebut di atas muncul beberapa model pembangunan yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang mengedepankan pengelolaan partisipatif. Beberapa model program pemberdayaan masyarakat tersebut memiliki beberapa keunggulan antara lain:
1.            Meningkatnya kemampuan masyarakat dan pemerintah lokal dalam pengelolaan kegiatan pembangunan desa/kelurahan
2.            Partisipasi dan swadaya masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan cukup tinggi
3.            Hasil dan dampaknya, khususnya dalam penanggulangan kemiskinan cukup nyata
4.            Biaya kegiatan pembangunan relatif lebih murah dibandingkan jika dilaksanakan oleh pihak lain
5.            Masyarakat terlibat secara penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian
6.            Keterbukaan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangannya cukup kuat.
Kelemahan  pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan yang dilakukan Pemerintah antara lain :
1.            Tidak sepenuhnya mengikuti mekanisme dan prosedur yang telah ada dan masih bersifat ad hoc.
2.            Partisipasi masyarakat maupun pelembagaan masyarakat cenderung bersifat mobilisasi.
3.            Keterlibatan pemerintah daerah masih kurang (ego sektoral).
4.            Ketergantungan terhadap bantuan teknis dari konsultan masih besar.
5.            Keterpaduan program pembangunan sejenis masih bersifat lemah baik dari segi dana, waktu, dan mekanisme pengelolaan.
Dari pertimbangan keunggulan dan kelemahan tersebut maka Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai cikal bakal PNPM Mandiri Perdesaan (PNPN-MP) berupaya untuk menjawab persoalan mendasar dari masyarakat, yaitu menyediakan lapangan kerja bagi rakyat miskin untuk mengatasi masalah pengangguran dan sekaligus menambah penghasilan bagi kelompok rakyat miskin untuk menanggulangani kemiskinan. Dari karakteristik program, kegiatan yang dipilih oleh penduduk di desa atau kecamatan yang terpilih umumnya adalah pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur diharapkan dapat memberikan dampak multiplier yang lebih besar dengan menurunkan biaya transaksi dan pemasaran sehingga memungkinkan kesempatan berusaha yang lebih luas dan penurunan biaya hidup.
Dari hasil evaluasi yang dilakukan secara independen menunjukkan program ini  telah teruji, baik dilihat dari pencapaian tujuannya maupun efisiensinya. Sebagai contoh, penghematan dari program-program ini mencapai rata-rata 56%. Artinya jika suatu proyek yang dibangun dengan program ini berhasil menekan biaya sebesar 56% dibandingkan dengan program serupa yang dibangun oleh pemerintah.  Hasil   audit auditor independen menyatakan penyimpangan dana yang ditemukan kurang dari 1%.Dampak eksternalitas (tambahan) kedua program ini relatif besar. Misalnya dari hasil evaluasi secara independen, karena program ini bersifat open menu (memiliki kebebasan memilih) yang benar-benar dipilih dan dilaksanakan oleh masyarakat, sehingga program ini merupakan salah satu implementasi langsung proses perencanaan bottom-up.
Di beberapa kabupaten, model PPK telah diadopsi dalam pembuatan perencanaan di tingkat kabupaten. Transparansi dan Pelibatan Masyarakat sejak perencanaan hingga pelaksanaan juga telah menumbuhkan modal sosial dan sekaligus mengurangi konflik-konflik yang terjadi di akar rumput dan merupakan modal baru bagi terciptanya integrasi bangsa. Disamping itu, program ini telah dijadikan salah satu model penanggulangan kemiskinan.
II.         Dampak Dalam Pelaksanakan PNPM-PPK
Dalam konteks ini, dampakPNPM-PPK dalam konteks keberhasilan suatu strategi dan aksi pada hal pemberdayaan masyarakat telah melalui tiga aspek pokok, yaitu:
1.            Terciptanya suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (enabling). Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong (encourage), memotivasi dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimiliki, serta berupaya untuk mengembangkannya.
2.            Lebih kuatnya potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering) melalui pemberian input berupa bantuan dana, pembangunan prasarana dan sarana, baik fisik seperti jalan, irigasi, listrik maupun sosial seperti sekolah,dan kesehatan, serta pengembangan lembaga pendanaan, penelitian dan pemasaran di daerah, dan pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya.
3.            Pelindungan terhadap masyarakat melalui keberpihakan kepada masyarakat yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang oleh karena masya rakat kurberang berdaya menghadapi yang kelompok kuat, dan bukan berarti mengisolasi atau menutup diri dari interaksi. Pemberdayaan masyarakat tidak membuat masyarakat bergantung pada berbagai program pemberian (charity), karena pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri, yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain.
III.        Kritik Dan Saran Dalam Pelaksanakan PNPM-PPK
Penyimpangan dan salah sasaran serta masih banyaknya KKN membuat program penanggulangan kemiskinan belum mampu mengentaskan kemiskinanyang di alami masyarakat. Dalam pelaksanaannya banyak program yang dianggap sebagai suatu proyek yang dapat mencairkan dana  tanpa memperdulikan tujuan dan hasil program.  Maka diperlukan strategi baru yang lebih mengedepankan partisipasi masyarakat. Tantangan ini  harus dibenahi dengan melaksanakan tata pemerintahan yang baik untuk mengurangi kemiskinan. Perlu adanya sosialisasi dan transparansi dengan memberi masyarakat akses luas terhadap informasi publik.  Maka partisipasi masyarakat termasuk dalam penyusunan program dan pengambilan keputusandan perlu adanya akuntabilitas yang menjadikan masyarakat berhak untuk menuntut pertanggung jawaban pemerintah daerah atas pelaksanaan dan hasil program. 
Perubahan paradigma yang lebih mengedepankan fungsi pembangunan berfokus pada manusia .  perubahan-perubahan mendasar dalam hal kebijakan, peraturan, dan akses masyarakat pada proses pengambilan keputusan sangat diperlukan. Perumusan strategi penangulangan kemiskinan di daerah perlu didukung oleh mekanisme pendampingan yang tangguh dari berbagai pihak yang perhatian dan profesional di bidangnya.
IV.        Daftar Pustaka
1.    Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia : Setuju PNPM Dilanjutkan : http:// www.jpmi-or id
2.    Puspen Kemendagri : Rakernas PNPM Mandiri Pedesaan Tahun Anggaran 2010 : http:// www.puspen .depdagri .go.id
3.    Tim pengendali PNPM Mandiri 2007/2008 : Pedoman Umum PNPM Mandiri : http:// www.pnpm-mandiri.org

Pengembangan Ekonomi Lokal


PENGARUH PASAR MODERN
TERHADAP PASAR TRADISIONAL

            Makin maraknya pembangunan pasar modern (ritel) menjadi ancaman serius keberadaan pasar tradisional. Pertumbuhan pasar modern kian tak terkendali sehinga menggusur pasar tradisional. Menjamurnya pasar modern, dari minimarket hingga supermarket mulai dari daerah perkotaan hingga perkampungan  membuat kalangan pedagang pasar tradisional makin terjepit.
            Hampir setiap tempat strategis di Daerah Istimewa Yogyakarta berdiri megah Mall, Supermarket dan Minimarket  bahkan saat ini minimarket seperti Indomart, Alfamart, K24, Circle dapat kita jumpai di perkampungan dan dalam satu kecamatan bisa berdiri lebih dari satu minimarket. Lokasi antara minimarket dan pasar tradisional juga tidak begitu jauh. Keberadaan pasar tradisional semakin terdesak dan toko –toko kelontong dari masyarakatpun ikut terkena imbas dari menjamurnya pasar modern.
            Konsumen lebih memilih berbelanja di Supermarket dan minimarket karena berbagai alasan yaitu berbelanja di supermarket maupun minimarket merupakan prestige tersendiri dalam gaya hidup modern. Selain hal tersebut pasar modern  menyediakan  barang dagangan yang beragam hampir semua kebutuhan tersedia, standar kualitas barang tinggi, tempatnya nyaman dan ber AC, aman, harga yang ditawarkan sebagian tergolong murah, tempat bersih  dan pelayanan memuaskan karena pelanggan dapat mengambil dan memilih sendiri barang –barang yang akan dibeli dan dapat juga dilayani oleh pramuniaga.
Pasar tradisional lebih menggambarkan denyut nadi perekonomian rakyat kebanyakan. Di tempat itu, masih banyak orang yang menggantungkan hidupnya, mulai dari  para pedagang kecil, kuli panggul, hingga pedagang asongan. Pasar tradisional hingga saat ini distigmakan dengan kondisi pasar yang becek dan bau, tawar-menawar yang rumit, tidak aman, risiko pengurangan timbangan, penuh sesak, dan sejumlah alasan lainnya. Salah satu kelebihan pasar tradisional adalah masih adanya kontak sosial saat tawar-menawar antara pedagang dan pembeli. Toko ataupun warung-warung yang berada diperkampungan hanya sebatas menyediakan kebutuhan pokok dan barang-barang kebutuhan masyarakat sekitar dan jumlahnya sedikit karena terbentur permodalan yang terbatas. Pemilik toko tidak memiliki kemampuan manajemen penjualan dan manajemen keuangan karena kegiatan usaha mereka hanya dilakukan sekedar memenuhi kebutuhan tidup.
Keberadaan pasar modern di Daerah Istimewa Yogyakarta cenderung semakin  berkembang dari tahun ke tahun. Perkembangan yang pesat ini bisa jadi akan terus menekan keberadaan pasar tradisional pada titik terendah dalam 10 tahun mendatang. Kondisi itu diperparah pemerintah daerah (pemda) yang mengabaikan peraturan penataan pasar modern dan pasar tradisonal yang dibuat pusat, pemda mengabaikan peraturan terkait penataan pasar modern dan pasar tradisional dengan alasan otonomi daerah dan menarik investor. Pasar modern yang sebagian besar  dimiliki oleh peritel asing dan konglomerat lokal akan menggantikan peran pasar tradisional yang mayoritas dimiliki oleh masyarakat kecil dan sebelumnya menguasai bisnis ritel di Indonesia.
Pemerintah sebagai regulator pasar harus menata pembangunan pasar modern sehingga kompetisi perdagangan antara pedagang tradisional dan modern tidak saling rebut lahan. Peraturan Presiden (Perpres) No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, serta Toko Modern seharusnya dilaksanakan dan sebagai acuan dalam penerbitan ijin. Saat ini pemerintah dalam mengambil kebijakan belum mengakomodasi kepentingan pasar tradisional, memberikan legitimasi pertumbuhan pasar modern dan kepemilikan ritel bisa dimiliki asing. Keadaan ini semakin memberatkan pelaku pasar tradisional yang hanya memilki modal kecil dan banyak masyarakat yang bergantung dari keberadaan pasar tradisional dan semakin lama pasar tradisional akan tinggal nama saja tergusur pasar modern.
Kebijakan pemerintah daerah diharapkan dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat dengan  memberikan prasyarat tambahan pada saat proses ijin pendirian pasar modern dengan persyaratan yang dapat memberdayakan masyarakat sekitar. Pedagang pasar tradisonal maupun masyarakat sekitar pasar mosern diberdayakan misalnya pasar modern memberikan fasilitas agar diberikan tempat untuk pedagang tradisional dapat memasok dagangan, masyarakat sekitar diberikan tempat dagang dan mempekerjakan masyarakat sekitar sehingga keduanya dapat berjalan dan bersinergi dengan baik dan masyarakat kecil semakin berdaya.
Pedagang di pasar tradisional harus mengembangkan strategi dan membangun rencana yang mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutan konsumen sebagaimana yang dilakukan pasar modern. Meskipun hal ini tidak semata-mata bisa mengendalikan perilaku konsumen yang lebih suka ke pasar modern. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu adanya langkah nyata dari pedagang pasar agar dapat mempertahankan pelanggan dan keberadaan usahanya.
Untuk mempertahankan eksistensi dan meningkatkan potensi pasar tradisional sebagai penggerak ekonomi rakyat kecil, diperlukan sebuah model pengembangan pasar tradisional, dimana pemerintah berperan sebagai pengatur alokasi peran para stakeholders dan penyusun regulasi. Regulasi mengenai pasar tradisional dan pasar modern harus mengatur tentang pembagian zona usaha, jam buka, harga barang, dan jenis retailer. Strategi yang dapat digunakan untuk mengatur harga barang yaitu dengan melakukan pembedaan produk dan harga, serta melalui peraturan perpajakan dan pengelolaan retribusi yang efisien. Disamping itu juga diperlukan sumber daya manusia pengelola pasar tradisional yang bermanajemen modern namun tetap mempertahankan cita rasa khas pasar tradisional.